Tag: 1-3 tahun

  • Harus Tahu! 7 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak

    Harus Tahu! 7 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak

    Mengajarkan sopan pada anak merupakan kepentingan dari aspek luar pelajaran akademis. Kesopanan atau lebih dikenal dengan sopan santun pada anak sebaiknya sudah diajarkan sejak usia dini.

    Sehingga dengan begitu dikemudian hari anak telah menjadikan kesopanan sebagai sebuah kebiasaan yang berlaku secara otomatis, baik saat berada di lingkungan keluarga maupun luar.

    Dalam Buku Mini Habits Karya Stephen Guise, mengatakan bahwa Riset Duke University ialah 45% perilaku berawal dr kebiasaan.

    Dan perlu kamu ketahui, bahwa kebiasaan tidak lebih dari jalur syaraf di otak.

    Mereka jadi lebih tebal ketika semakin sering digunakan, dan memburuk jika diabaikan.

    Kamu menciptakan kebiasaan kamu sendiri, hanya dengan mengulangi aktivitas yg sama sampai menjadi lebih mudah dan lebih mudah lagi.

    Mengajarkan sopan pada anak juga melatih kesadaran dan kepekaan terhadap perasaan orang yang ada di sekitarnya.

    Sopan santun bukanlah berupa kemampuan atau bakat bawaan lahir, akan tetapi sebuah hal yang perlu dipelajari dan diajarkan oleh orang yang lebih tua, terutama orang tuanya.

    Berperilaku sopan pun bukan merupakan aturan tertulis, namun perilaku sopan santun sangatlah diperlukan dalam berhubungan sosial dan bermasyarakat.

    Sopan santun juga menjadi bekal yang layak bagi seorang anak, agar ia dapat berdampingan dengan baik bersama orang lain di masa depannya nanti.

    Cara Mengajarkan Sopan pada Anak Sejak Usia Dini

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak sejak usia dini

    Anak dapat diberi pendidikan akan konsep serta pentingnya dalam bersopan santu sejak usia dini, lebih tepatnya sejak anak berusia 1,5 tahun.

    Sebab diusia inilah umumnya anak sudah mulai memahami bahwa orang lain pun mempunyai perasaan yang perlu dijaga, sama seperti dirinya sendiri.

    Jangan hanya menunggu saat dimana anak sudah besar lalu menyerahkan tanggung jawab kepada satuan pendidikan formal seperti sekolah maupun non-formal seperti yayasan.

    Pendidikan sopan santun perlu dilakukan secara bertahap dan ini hal ini merupakan tanggung jawab terbesar kamu sebagai orang tua.

    Maka DjoNews telah merangkum beberapa dalam artikel ini, agar kamu bisa mengajarkan sopan pada anak dengan lebih mudah sejak dini:

    1. Ajari Etika Dasar

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak etika dasar

    Sebagai orang tua yang mengajarkan sopan pada anak, kamu bisa memulai dengan memberikan pendidikan dasar tentang etika, yaitu dengan ucapan ‘tolong’, ‘terima kasih’ dan ‘maaf’.

    Ketiganya dapat digunakan dengan menyesuaikan keadaan setiap ia akan meminta dan atau menerima bantuan serta saat melakukan kesalahan.

    2. Ajarkan Konsep Berbagi

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak konsep berbagi

    Disaat anak sudah menginjak usia 2 tahun, biasanya anak mulai memahami konsep berbagi, meski dalam praktiknya belum tentu dengan senang hati saat melakukannya.

    Kamu dapat mengajarkan sopan pada anak dengan memberinya 2 mainan yang serupa, lalu ajaklah untuk berbagi salah satu mainannya agar dapat bermain bersama.

    3. Ajarkan Etika di Meja Makan

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak etika di meja makan

    Di usia 3-4 tahun, anak telah bisa makan dengan garpu dan sendoknya sendiri di meja makan begitu pun dengan menyeka mulutnya setelah makan dengan menggunakan tisu.

    Di usia inilah, orang tua dapat mulai memberi pendidikan akan etika saat di meja makan. Mulai dari hal sesederhana tidak melempar atau membuang makanan, duduk dengan tenang saat tengah makan dan atau minum, dan lain sebagainya.

    4. Ajarkan Etika Bertamu

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak etika bertamu

    Saat bertamu ke rumah orang lain juga merupakan kesempatan yang tepat untuk mengajarkan sopan pada anak.

    Ingatkanlah untuk mengetuk pintu serta mengucapkan salam bila akan masuk ke rumah orang lain, misalkan saja dengan ucapan ‘permisi’ atau ‘sampai jumpa lagi’.

    Ajarkan pula pada anak untuk menjawab pertanyaan dengan sopan saat ditanya perihal nama, umur, ingin makan atau minum apa.

    5. Ajarkan untuk Tidak Menilai Fisik

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak tidak menilai fisik orang lain

    Hal ini juga merupakan sebuah pengajaran kesopan santunan bagi anak. Sebagai orang tua tentu perlu mengajarkan anak untuk tidak menilai orang secara visual, kecuali dalam hal yang baik.

    Anak juga perlu dididik untuk tidak selalu dan serta merta mengeluarkan ungkapan yang berupa pendapat negatif, apalagi bila tidak diminta sebab kemungkinan menyakiti perasaan orang lain akan lebih besar.

    Selain itu juga, orang tua perlu mendidik anaknya untuk tidak menunjuk dan atau menatap orang lain dengan tajam, apalagi terhadap orang berkebatasan.

    Ingatkan pada si kecil untuk tidak mengejek apalagi mentertawakan orang tersebut.

    Didiklah agar anak juga dapat menempatkan perasaannya sebagai orang tersebut. Kamu bisa melakukannya dengan menceritakan bahwa ada orang yang memerlukan cara khusus untuk berkomunikasi.

    Misal, seorang tunarungu yang memerlukan bahasa isyarat.

    Selain memberikan pengajaran dan pendidikan akan kesopan santunan, hal ini juga dapat membantu anak untuk dapat berempati.

    6. Ajarkan dengan Figur Nyata

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak figur nyata sebagai contoh yang dapat ditiru

    Setelah mengetahui 5 cara mengajarkan sopan pada anak di atas, tentu tak kalah penting bagi orang tua untuk memberikan teladan yang baik pula bagi buah hatinya.

    Sebab pendidikan dalam mengajarkan sopan pada anak akan terasa sia-sia bila kamu sebagai orang tua tidak memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

    Bila anak terbiasa melihat kedua orang tuanya di rumah bersikap santun, maka dengan otomatis dan tentu lebih mudah bagi anak untuk bertumbuh menjadi pribadi yang santun hingga dewasanya nanti.

    7. Koreksi dan Konsisten

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak koreksi dan konsisten

    Dalam proses mengajarkan sopan pada anak tentu akan memakan waktu yang tak sebentar, dan juga mungkin terjadi kesalahan-kesalahan yang tak terduga.

    Disaat seperti ini hindarilah emosi dalam memberikan makian terhadap anak. Proses mengajarkan sopan pada anak memerlukan proses dan ketekunan. Maka teguran akan lebih bermanfaat daripada memarahi.

    Dengan kenyamanan yang anak rasakan akan membuat mereka lebih mudah memahami ciri kesopan santunan.

    Apalagi saat anak lupa akan tata krama dan kamu bisa mengingatkan mereka dengan sabar, tentu dengan tanpa mentolerir kesalahan yang tak sesuai.

    Sebab dengan terlalu memaklumi sikap mereka hanya akan membuat sosok dirimu tak ternilai konsisten sebagai figur.

    Dengan membuat mereka berperilaku sopan karena takut pada kamu hanya akan membuat mereka terpaksa melakukannya dan tidak betah untuk melakukannya.

    Berilah rasa nyaman serta teguran yang menyejukkan. Hal ini akan menghindarkan dari rasa benci anak terhadap orang tuanya.

    Penutup: Mengajarkan Sopan pada Anak

    5 Cara Mengajarkan Sopan pada Anak penutup

    Dalam aspek lain, berikanlah pujian yang tidak berlebihan atas perilaku sopannya anak, agar anak tidak kehilangan kesadaran atas baiknya sopan santun. Baik berupa hadiah makanan atau minuman kesukaannya.

    Begitupun sebaliknya, berikan teguran saat anak tidak menyadari perbuatan yang dilakukannya tidaklah sopan. Teguran yang baik juga merupakan sebuah apresiasi yang baik.

    Tentu dalam mempelajari etika sopan santun anak juga memerlukan kenyamanan baik saat makan, minum bahkan istirahatnya.

    Bila anak sedang tidak menurut, maka kamu perlu tau apa penyebabnya, apakah karena lelah, lapar atau bahkan mengantuk.

    Sekian artikel cara mengajarkan sopan pada anak yang DjoNews rangkum buat kamu.

    Bila ada pertanyaan, kamu bisa meninggalkannya di kolom komentar atau membagikan artikel ini agar lebih banyak orang yang mengambil manfaat atau menambahi ekurangannya.

    Semoga bermanfaat!

  • Harus Faham, Tahap Perkembangan Emosi Anak Usia 2-3 Tahun

    Tahap perkembangan emosi bagi anak sangatlah berbeda-beda, terpengaruh dari berbagai aspek termasuk pula bagaimana kondisi lingkungan dan perkembangan emosional diri anak itu sendiri.

    Di saat anak berada pada usia 0-2 tahun perlu adanya stimulus dengan berbagai macam bentuk permainan demi membentuk emosi anak dengan baik, begitu pula anak yang berada pada usia 2-3 tahun.

    Tidaklah ada perbedaan yang mencolok dibandingkan anak usia 0-2 tahun, di fase usia 2-3 tahun anak pun masih memerlukan stimulus dengan baik agar tetap mendukung pembentukan emosionalnya agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri mereka nantinya.

    Fase ini pula, anak sudah lebih sering memperlihatkan ekspresi diri. Meski begitu, anak berusia 2-3 tahun tetap belum dapat mengendalikan emosi secara utuh. Karena itulah diperlukannya cara yang baik untuk menstimulus emosi anak agar emosi terarah dengan baik sesuai usia.

    Lalu, apa saja tahap perkembangan emosi dan juga cara menstimulus emosi anak usia 2-3 tahun? Mari kita simak pembahasan DjoNews.com berikut ini!

    1. Tahap Perkembangan Emosi Anak Usia 2-3 Tahun

    tahap perkembangan emosi anak usia 2-3 tahun

    Fase ini, anak mulai dapat menguasai ragam kegiatan yang melemaskan otot di tubuh. Dengan begitu, mereka sudah lebih mampu menguasai anggota pada tubuhnya. Usia 2-3 tahun, akan sangat terpengaruh lingkungan yang sedang dapat memberikan sebuah kepercayaan berlebih padanya.

    Anak pun mulai mencari aturan dan batasan yang ada di dalam lingkungannya. Biasanya anak akan menangkap aturan dan batasan dari melihat akibat atas suatu perilaku yang telah diperbuat dan juga anak akan mulai membedakan yang salah dan yang benar.

    Meski begitu, anak di usia 2-3 tahun belum bisa menggunakan kata sebagai sebuah bentuk ekspresi atas emosi yang tengah dirasakan, alih-alih orang tua lah yang dapat melihat emosi anak melalui ekspresi tubuh yang memperlihatkan emosi serta perasaan yang mereka alami.

    2. Cara Menstimulus Anak untuk Berekspresi

    Membahas tentang tahap perkembangan emosi pada anak, maka peran orang tua pun akan sangat mengambil peran yang penting agar anak dapat mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Kamu sebagai orang tua bisa membantunya dalam menafsirkan mimik serta ekspresi wajah dengan kata maupun kalimat.

    Misalnya saja, saat anak menangis dan menunjukkan jari ke arah botol susu, maka beri tahukan bahwa bila ia menginginkan susu supaya berkata. Ajarilah anak untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar. Cara ini akan sangat berpengaruh dalam pola latihan bicara anak.

    Menurut dr. Margareta, usia 2-3 tahun dapat diberi stimulus oleh orang tua dengan mengajari anak untuk menggunakan bahasa tubuh demi menampakkan benda atau kegiatan keseharian yang kerap ada dilingkungan sekitar. Dengan begitu, anak akan lebih mudah dalam mengekspresikan diri disaat menginginkan atau tidak menyukai sesuatu.

    3. Bangun Perkembangan Emosi Anak dengan Cara Ini

    Seiring dengan bertambahnya usia anak, tahap perkembangan emosi anak pun lambat laun ikut meningkat dan akan semakin terlihat dari kemampuannya. Kamu sebagai orang tua juga dapat membangun perkembangan emosi anak yang lebih baik lagi dengan cara-cara yang dapat diandalkan di usia emas ini.

    Di usia ini, orang tua juga dapat mengajak anak untuk bermain sebagai langkah dalam membangun ikatan emosional. Sebagaimana yang telah diketahui, permainan merupakan kebutuhan primer yang amat diperlukan anak dengan usia 5 tahun ke bawah.

    Pilihlah permainan yang bisa merangsang tumbuh kembang anak, sepeti halnya menyusun balok maupun puzzle, bermain peran, serta banyak permainan lain yang bisa membuat anak dengan mudah dapat mengekspresikan diri.

    Bermain bersama anak akan membuat orang tua dapat lebih memahami kondisi anak saat berekspresi. Lalu, orang tua dapat mengajak anak untuk berusaha mengatasi masalah bersama. Hal yang biasa terjadi adalah, mereka akan mudah kesal dan marah saat mereka kesulitan dan tak tahu cara untuk memecahkan masalah itu.

    Disaat anak marah maupun mengamuk, tetaplah membimbingnya dengan mengajak anak untuk mengenalu sumber masalah yang ada lalu pecahkan bersama-sama. Taruhlah anak kesal karena mainannya tidak mengeluarkan bunyi seperti biasanya, maka ajarkanlah cara bagaimana agar mainan tersebut beroperasi dengan semestinya.

    Disaat yang sama, orang tua juga perlu untuk mengajarkan perbedaan antara perilaku yang baik dan juga perilaku yang buruk, serta apa saja batasan-batasannya. Misal saat marah, anak boleh menangis atau berteriak, namun beritahukan bahwa anak tidak boleh memukul, sebab pukulannya akan membuat orang lain tersakiti atau bahkan melukai dirinya sendiri.

    Kesimpulan: Tahap Perkembangan Emosi Anak Usia 2-3 Tahun

    Dan, itulah beberapa cara yang dapat kamu lakukan untuk membantu tumbuh kembang serta proses anak dalam melewati tahap perkembangan emosi di usia 2-3 tahunnya. Dengan begitu, harapan orang tua untuk anak dalam mengendalikan emosi dapat lebih mudah terwujud.

    Semoga informasi DjoNews kali in bermanfaat dan dapat dengan mudah untuk kamu terapkan!

    Kunjungi pula Hastag.id, yang akan membantu kamu dalam memahami dunia bisnis dan juga teknologi.

  • Tahap Perkembangan Emosi Anak Usia 0-2 Tahun

    DjoNews.com – Bukan hanya orang dewasa saja yang dapat merasakan emosi, seorang anak pun dapat pula memiliki rasa emosi. Bahkan terkadang anak dapat lebih merasakan dalamnya tingkat emosi dibandingkan orang yang lebih tua. Mari kenali tahap perkembangan emosi anak sejak dini.

    Hal ini terjadi sebab anak belum mampu dalam mengendalikan emosi. Oleh karena itu, perkembangan usia anak itu sendiri yang mempengaruhi perkembangan emosi anak secara tidak langsung.

    Jelasnya, perkembangan emosi akan turut berkembang seiring tumbuh kembang dari anak itu mulai dati pertambahan usia dari balita, remaja hingga akhirnya dewasa.

    Bukan hanya faktor usia saja, tahap perkembangan emosi anak juga dipengaruhi dari beberapa faktor lain. Misalnya saja gen/ keturunan yang juga mempengaruhi perkembangan emosi anak itu sendiri.

    Mari ketahui bersama tahapan perkembangan anak. Kamu sangat disarankan untuk memahami tahap perkembangan emosi anak usia 0-2 tahun.

    Mari simak rangkuman DjoNews.com dari beberapa sumber yang dapat dipercaya, berikut:

    1. Tahap Perkembangan Emosi Usia 0-2 Tahun

    Di tahap ini, merupakan awal perkembangan anak melalui kelahirannya. Oleh karena hal tersebut, orang tua dapat memberikan stimulus agar anak mendapatkan pengalaman yang menyenangkan sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri.

    Pun sebaliknya, bila anak mengalami kekurangan kepercaya dirian maka akan muncul sebuah perasaan yang mengacu pada kecurigaan dalam diri mereka.

    Meskipun usia sang anak yang masih terbilang sangat muda, lho!

    Hal ini disebabkan anak yang masih belum dapat mengendalikan emosi secara bijak, hingga akhirnya akan membuat anak cenderung berbuat sesuka hatinya.

    Di usia anak yang memasuki minggu ke 3-4 mereka akan mulai menunjukkan ekspresi senyum disaat merasakan kenyamanan di lingkungan tersebut. Kemudian saat bulan ke-4, anak akan mulai belajar menunjukkan ekspresi emosi layaknya marah, takut, senang.

    Tertawa atau menangis merupakan ekspresi yang biasa ditunjukkan oleh anak, lalu di usia yang telah memasuki 2 tahun, anak akan mulai pintar dalam meniru reaksi emosi yang diperlihatkan oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk pula Orang Tua.

    2. Cara Menstimulus Kecerdasan Emosi Anak

    Perlakuan orang tua memainkan peranan yang amat penting dalam proses pembentukan rasa percaya diri sang anak, seperti penjelasan di atas. Karena saat fase bayi, anak sangat membutuhkan berbagai hal demi mengenali lingkungannya secara familiar.

    dr. Margareta Komalasari, Sp.A membagikan cara menstimulus anak sesuai usia dalam sebuah sesi Kuliah WhatsApp dengan Popmama Parenting Academy (POPAC) 2020 yang berjudul 1001 Strategi untuk Generasi Unggul: Persiapan Anak Unggul di Masa Emas Tumbuh Kembang.

    Stimulus Emosi Usia 0-3 bulan

    Orang tua dapat mengajak anak bermain ciluk-baa atau bercermin untuk melihat ekspresi wajah. Anak juga dapat distimulasi dengan tengkurap dan telentang.

    Stimulus Emosi Usia 3-6 bulan

    Stimulus dalam usia ini dapat orang tua tambah dengan memberikan rangsangan dengan mengajarkan anak berkenalan melalui sebuah jabat tangan.

    Bisa juga mengajari anak untuk bertepuk tangan, membacakan dongeng, serta memberikan rangsangan untuk duduk dan berdiri.

    Di usia ini anak akan mulai menampakkan ekspresi dari dirinya sendiri.

    Stimulus Emosi Usia 6-12 bulan

    Kamu dapat mengajak anak untuk melakukan berbagai permainan yang bisa memberikan rangsangan dalam perkembangan emosinya nanti. Misalnya saja permainan memasukkan mainan ke dalam wadah, menggelindingkan bola, mencoret sketsa, hingga menata kubus.

    Kamu pun juga dapat mengajarkan anak untuk berdiri dan berjalan. Dengan mengajarkan materi ini pada anak, maka tumbuh kembangnya akan berjalan dengan baik sesuai dengan usianya.

    Stimulus Emosi Usia 12-18 bulan

    Kamu sebagai orang tua mengajaknya menata rapi kubus, menyusun puzzle, bermain boneka, mengajari cara menggunakan sendok, piring, jalan mundur bahkan menaiki anak tangga.

    Anak memerlukan hal-hal ini demi mengasah keahliannya kelak. Anak akan berkembang saat mereka diberikan sebuah kepercayaan.

    Stimulus Emosi Usia 18-24 bulan

    Kamu dapat memberikan stimulus dengan bertanya, menyebut dan menunjuk. Ajak anak untuk berbicara tentang kegiatannya selama sehari. Nantinya, mereka akan terbiasa untuk bercerita dengan bahasa yang baik dan benar sesuai proses pendidikan orang tuanya.

    3. Tahap Perkembangan Emosi Anak akan Sempurna

    Meskipun usia anak masih tergolong muda, perkembangan emosi dan sosial akan terlihat semakin baik dan bertambah. Untuk itulah, diperlukan cara yang sempurna dalam membentuk perkembangan emosinya.

    Kamu bisa mencoba bermain dengan anak. Sebab, bermain merupakan bentuk kebutuhan dasar bagi setiap anak, apalagi mereka masih berada dibawah usia 5 tahun.

    Dukunglah perkembangan emosi anak dengan mengajaknya bermain bersama, setidaknya luangkanlah sedikit waktu disetiap harimu. Kamu bisa mengajaknya bermain dengan berbagai peran yang berbeda untuk setiap harinya.

    Melalui permainan, anak akan mampu membangkitkan inisiatifnya dalam melakukan sesuatu atau bahkan sebaliknya.

    Dengan seringnya orang tua bermain dengan anak atau sekedar mendampinginya, maka orang tua pun juga akan belajar melihat dari sudut pandang sang anak. Dari titik inilah orang tua akan memahami lebih jelas alasan anak menangis atau mengamuk.

    Jika anak menunjukkan sikap yang seperti itu, cara yang pas bagi orang tua adalah dengan menunjukkan rasa empati dan dengan lembut memberitahukan cara menyikapi emosi yang tengah dirasakan. Gunakanlah bahasa yang mudah dipahami oleh anak kecil.

    Kesimpulan: Tahap Perkembangan Emosi Anak Usia 0-2 Tahun

    Tahap Perkembangan Emosi Anak Usia 0-2 Tahun

    Meski usia anak yang terbilang dini, bukan berarti anak usia 0-2 tahun tidak perlu diberi stimulus. Justru dengan adanya stimulus yang baik, maka perkembangan emosinya dapat terbentuk dengan baik pula.

    Semoga beberapa cara yang telah DjoNews.com sampaikan dapat bermanfaat dan mudah untuk diterapkan!

  • Wajib Tega! Ini Dampak Jika Terus Menuruti Keinginan Anak

    Meskipun diketahui bahwa orang tua patut menghindari kata “tidak” dan “jangan” pada anak, namun ternyata tidak selamanya harus seperti itu!

    Menurut psikiater Melissa Deuter, kata “tidak” pada anak memang bukanlah persoalan mudah untuk sebagian orang tua.

    Apalagi jika memintanya dengan ekspresi yang memelas.

    Meski begitu, mengucapkan kata “tidak” pada anak bukan berarti tidak sayang! Justru hal tersebut merupakan bagian dari pola asuh positif untuk membangun mentalnya di masa yang akan datang.

    Sebagai orang tua, sudah sepantasnya kamu dapat mengajarkan pada sang buah hati mengenai prioritas agar kedepannya dia mengetahui mana yang hanya keinginan dan mana yang memang kebutuhan.

    Mengetahui pentingnya hal tersebut, berikut Djonews.com telah merangkum 5 dampak jika orang tua terus-menerus menuruti keinginan anak.

    Kurang memiliki daya saing

    Proses tidak pernah mengkhianati hasil. Kalimat tersebut memang benar adanya.

    Ketika kamu mengajarkan anak arti dari perjuangan, maka bukan tidak mungkin jika nantinya dia akan lebih menghargai proses tersebut.

    Beda halnya jika kamu membiasakan segala sesuatu yang instan pada anak, bisa jadi nantinya dia tidak memiliki daya saing yang baik.

    Dia akan lebih mudah menyerah karena telah dibiasakan untuk mendapatkan sesuatu tanpa perjuangan.

    Maka dari itu, biasakan anak untuk melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu sebelum mendapatkan haknya.

    Didiklah dia menjadi anak yang berdaya saing tinggi, agar nantinya dapat lebih mudah meraih masa depan.

    Lebih temperamen

    Ketika kamu selalu menuruti permintaan anak, maka bukan tidak mungkin pula nantinya dia akan lebih mudah marah ketika kamu sebagai orang tua tidak mengabulkan apa yang jadi permintaannya.

    Anak yang selalu dituruti permintaannya cenderung lebih egois dan berakibat buruk bagi emosionalnya.

    Ketika anak sudah terbiasa terpenuhi segala kebutuhannya, namun di satu kesempatan ia menyadari bahwa keinginannya tak dapat terpenuhi maka bisa saja dia mendadak naik darah.

    Oleh karena itu, sebelum membentuk karakter yang buruk pada dirinya, segeralah ubah metode asuh ya!

    Baca juga: 7 Jenis Pola Asuh untuk Anak Masa Kini

    Cenderung malas dan manja

    Mengetahui bahwa dirinya akan mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan tanpa harus bekerja keras, maka mungkin saja si Kecil cenderung menjadi anak yang pemalas dan manja.

    Bukan salah mereka sepenuhnya! Kamu sebagai orang tualah yang harus mendidiknya untuk dapat bertahan hidup tanpa tergantung oleh orang lain, bahkan pada orang tuanya sendiri.

    Begitulah dampak jika orang tua selalu menuruti keinginan anak.

    Lebih mudah tantrum

    Anak usia 1-3 tahun memang rentang mengalami tantrum. Untuk mengatasi tantrum pada anak adalah ketegasan orang tua.

    Meskipun wajar terjadi, bukan berarti kamu dapat membiarkannya begitu saja atau justru selalu mengiyakan keinginannya. 

    Sudah seharusnya saat itu kamu segera menjelaskan padanya mengenai apa yang bisa kamu turuti dan apa yang tidak.

    Dengan begitu, maka kamu sama saja sudah menanamkan pengertian padanya sejak kecil agar tantrum yang ia alami tidak terjadi berkepanjangan.

    Baca juga: 7 Cara Mengatasi Anak yang Tantrum di Depan Umum

    Sulit untuk berempati

    Hal terakhir yang akan berakibat buruk pada si Kecil ketika selalu dituruti adalah rendahnya rasa empati pada orang lain.

    Anak yang selalu dituruti akan merasa segala sesuatu mudah untuk didapatkan, begitupun apa yang dia pikirkan pada kesulitan orang lain.

    Dia akan merasa orang lain dapat dengan mudah pula mendapatkan sesuatu seperti apa yang dia sendiri rasakan. Dengan begitu, rasa empati pada dirinya pun perlahan berkurang.

    Itulah 5 dampak jika orang tua terus-terusan menuruti keinginan anak. Maka dari itu, stop menuruti keinginan anak jika memang tidak sesuai dengan kebutuhannya!

    Semoga bermanfaat!

  • Tips Mendidik Anak Introvert Sejak Dini

    Apa yagn membuat anak menjadi introvert?

    Ini adalah pertanyaan yangbanyak ditanyakan oleh sebagian orang tua.

    Ya, di mana karakteristik umum dari seorang anak introvert yakni tidak suka bicara ringan dan melakukan kerja kelompok hingga lebih suka untuk menghabiskan waktu sendirian.

    Dr. Laney berkata di Introvertdear, sebaiknya anak introvert mendapatkan dukungan dan bimbingan dalam memahami perasaan yang kompleks.

    Nah, sebagai orang tua haruss bida memberikan andil khusus.

    Berikut tips mendidik anak introvert sejak usia dini yang sudah dirangkum DJonews.com:

    Memberikan pengertian kalau anak tidak berbeda

    Memang sedikit berat dan butuh kesabaran ekstra, tapi kamu pasti tidak akan menyesal ketika kelak mereka sudah besar dan dewasa.

    Menurut Carl Jung, psikiater dan psikoanalis Swiss pendiri psikologi analitik yang dilansir dari Educationdegree bahwa anak introvert cenderung menafsirkan dunia secara subyektif.

    Dengan demikian, orang tua harus bisa menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan antara dirinya terhadap anak lain.

    Memberikan pengertian seperti ini bisa menjadi salah satu cara mendidik anak introvert agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

    Mengajak Anak ke Pesta

    Anak introvert mungkin tidak suka terlibat dalam kegiatan bersama orang alin.

    Namun jangan biarkan anak berdiam diri di rumah saja.

    Quietrev mengatakan, anak introvert sering merasa cemas di lingkungan baru.

    Jika memungkinan, datanglah ke pesta bersama anak lebih awal agar ia merasa nyaman.

    Selain itu bicarakan siapa yang akan berada di sana, apa yang akna terjadi, bagaimana perasaannya dan apa yang bisa ia katakan untuk memulai percakapan.

    Sedikit demi sedikit, lama kelamaan dia akan berani dan melawan rasa cemasnya untuk berinteraksi dengan orang asing.

    Memahami Apa Artinya Seorang Anak Introvert

    Hal ketiga yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa orang tua memahami apa artinya seorang anak yang introvert.

    Anxioustoddlers menerangkan, masalah lebih besar muncul ketika orang tua yang ekstrovert tidak mengerti anak introvert.

    Ketika itu maka mengasuh anak bisa menjadi perjuangan.

    Padahal dengan memahami akan sangat membantu dalam melihat bahwa beberapa sifat anak cukup normal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

    Jika anak lebih suka menghabiskan waktu sendirian di kamarnya, cobalah pahami dan berikan perhatian khusus kepadanya.

    Jangan Memanggil Anak dengan Sebutan Pemalu

    Menjadi anak introvert bukanlah sebuah hal yang mengerikan.

    Sebagai orang tua sebaiknya mendidik mereka dengan baik dalam keluarga, terutama dengan curahan kasih sayang dan perhatian.

    Verywellfamily mengungkapkan, anak-anak yang introvert sering disalah artikansebagai anak pemalu.

    Tetapi menjadi orang tertutup dan pemalu bukanlah hal yang sama.

    Ya, jika anak pemalu maka jangan biarkan dia mendengar orang tua memanggilnya seperti itu.

    Hal itu malah membuatnya mulai mengalami kegugupan sebagai sifat yang tetap dan memperburuk kepercayaan diri anak introvert.

    Menghargai Anak dan Memberikan Pujian

    Orang tua mana tidak ingin membesarkan anaknya menghadapu kehidupan yang sukses.

    Workingmother menjelaskan, jangan hanya menerima anak apa adanya.

    Sebaiknya orang tua menghargai dia.

    Ketika anak bisa berbaur dengan teman sebayanya di sekolah, cobalah berikan sebuah penghargaan dan pujian kecil baginya.

    Cara ini bisa memberikan kepercayaan diri dan membantu mereka lebih kuat secara mental.

    Itulah tips mendidik anak introvert sejak kecil.

    Terkadang yang dibutuhkan anak ialah sebuah perhatian untuk dia berbagi pikiran dan perasaanya.

  • Fakta Kunyit Menambah Nafsu Makan

    Di pasaran banyak beredar suplemen penambah nafsu makan anak. Mereknya beragam dan masing-masing menawarkan keunggulan khasiat. Apakah kamu termasuk salah satu konsumennya?

    Rata-rata suplemen tersebut mengandung ekstrak kunyit dan temulawak, yang kabarnya ampuh meningkatkan nafsu makan dan kekebalan tubuh. Benarkah?

    Djonews.com punya penjelasannya di sini :

    Menguak Senyawa Aktif Dalam Kunyit

    Kunyit merupakan salah satu jenis rempah yang sangat mudah ditemui di Indonesia. Rempah berwarna kuning ini memiliki cita rasa yang khas, banyak dicampurkan dalam aneka masakan Asia Tenggara. Selain sebagai bumbu, kunyit yang dicampur dengan asam bisa menjadi jamu tradisional. Warna kuning pekatnya juga sering dijadikan sebagai bahan pewarna alami, untuk nasi kuning misalnya.

    Sudah sederet manfaat baik disebutkan, rupanya masih ada satu lagi khasiat tersembunyi dari kunyit yaitu meningkatkan nafsu makan. Ekstraknya sering dicampurkan dalam suplemen penambah nafsu makan anak yang biasanya tersedia dalam bentuk sirup.

    Dilansir dari turmericforhealth.com, Kunyit mengandung senyawa aktif bernama kurkumin, yang terdapat juga dalam temulawak. Kurkumin ini disebut sebagai suplemen penyembuh segala penyakit, karena saking banyaknya khasiat yang terkandung. Bisa dikonsumsi segala usia, tidak ada batasan maksimum konsumsi kunyit pada orang dewasa.

    Lalu bagaimana pada anak? Pemberiannya tentu dibatasi mengingat sistem metabolisme anak yang belum bekerja maksimal. Sebaiknya kunyit diberikan setelah melewati usia 10-12 bulan.

    Kunyit bisa dicampurkan dalam makanan, atau diparut lalu diperas airnya untuk dicampurkan dengan susu. Cukup gunakan setengah ruas jari kunyit lalu diparut. Susu kunyit ini sering digunakan sebagai vitamin alami peningkat nafsu makan dan daya tahan tubuh oleh anak-anak di India.

    Khasiat Kunyit untuk Kesehatan

    Dilansir dalam laman momjunction.com, Kurkumin sebagai senyawa bioaktif dalam kunyit memiliki beberapa khasiat sebagai berikut:

    • Anti inflamasi atau anti peradangan, sehingga ampuh menjadi obat pereda demam alami. Bisa digunakan sebagai obat luar maupun dalam. Sebagai oba luar, parutan kunyit digunakan untuk mengompres. Sedangkan sebagai obat dalam, parutan kunyit diperas untuk diambil sarinya lalu diminumkan pada anak.
    • Bersifat antioksidan dan antibakteri, Kurkumin mampu mencegah potensi penyakit sekaligus meningkatkan kekebalan tubuh anak.
    • Melancaarkan pencernaan dan fungsi hati, kurkumin amuh menjaga nafsu makan anak tetap stabil.

    Jika kamu memiliki keluhan anak yang kurang nafsu makan, bisa melirik kunyit sebagai salah satu obat tradisional. Selama umurnya sudah diatas 10 bulan, pemberian kunyit cukup aman untuk dicampur dalam masakan atau susu. Di usia ini anak sudah siap untuk menu MPASI yang lebih beragam. Jadi orang tua bisa menggunaakan kunyit sebagai campuran bumbu.

    Selain digunakan sebagai obat alami, ektrak kurkumin sudah banyak tersedia dalam kapsul atau sirup suplemen.

    Biasanya diberikan pada pasien penderita gangguan pencernaan atau tipus. Dalam masa penyembuhan, nafsu makannya belum kembali normal sehingga pemberian kurkumin ditujukan untuk mempercepat kembalinya nafsu makan.

    Lalu, apakah suplemen makanan ini aman diberikan pada anak yang sedang tidak sakit dan hanya kekurangan nafsu makan?

    Aturan Pemakaian Kunyit

    Turmericforhealth.com mengungkapkan bahwa beberapa pakar kesehatan menghimbau untuk tidak memberikan suplemen makanan yang beredar di pasaran sampai anak berusia 5 tahun.

    Di masa emas pertumbuhannya, usahakan agar metabolisme tubuh anak bekerja secara natural. Rangsangan tambahan yang masuk ke tubuhnya didapat dari bahan alami saja.

    Ternyata tak hanya bikin masakan jadi enak, kunyit juga banyak manfaat kesehatannya. Dicoba yuk!

  • 5 Manfaat Cumi-Cumi untuk Kesehatan Anak Balita

    Banyak orang tua yang ingin menjadikan seafood sebagai menu makanan sehat untuk anaknya. Salah satunya adalah cumi-cumi.

    Di mana cumi-cumi memiliki cita rasa yang lezat merupakan makan terbaik, yakni karena kandungan zinc di dalamnya dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh.

    Cumi-cumi pun sangat beragam jenisnya, yakni cumi-cumi bangka, sero, telur, asin kering dan sotong.

    Nah, berikut ada 5 manfaat cumi-cumi untuk kesehatan tubuh anak balita. Yuk, simak informasi selengkapnya dari Djonews.com :

    1. Pembentukan Sel Darah Merah

    Strukturnya yang kenyal memberikan sensasi nyaman saat dikunyah oleh anak-anak.

    Hal ituah yang memberi alasan baik mengapa orang tua perlu menghidangkan cumi-cumi, karena jenis seafood ini punya banyak gizi.

    Tapi selain itu, makanan jenis seafood ini mengandung banyak protein dan sumber vitamin yang baik seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B12, niasin, asam folat, serta vitamin larut lemak (A, D, E, K).

    Cumi-cumi juga memiliki kandungan tembaga yang baik untuk pembentukan sel darah merah dan metabolisme zat besi, terutama di tubuh anak.

    2. Melindungi Jantung Anak sebagai Antioksidan

    Tubuh anak membutuhkan B6 dan B12 untuk kesehatan syaraf maupun darah guna melindungi jantungnya.

    Dikutip dari Pediatic Center of Round Rock, bahwa cumi-cumi kaya akan selenium, vitamin B2 (riboflavin) dan kolesterol yang merupakan makanan seimbang untuk anak.

    Cumi-cumi merupakan sumber makanan laut kaya akan asam lemak tidak jenuh seperti EPA dan DHA. Kedua nutrisi tersebut diyakini mampu mengurangi resiko penyumbatan pembuluh darah, memperbaiki sel-sel yang rusak dan melidungi jantung anak sebagai antioksidan.

    3. Bersifat Anti Kanker dan Melawan Radikal Bebas

    Ternyata, melanin pada tinta cumi-cumi dapat mengikat protein melalui asam amino yang mengandung sulfur.

    Menurut Dr Health Benefits, tinta cumi dan dagingnya dapat membantu anak mencegah dan melawan kanker. Pasalnya, kedua bagian cumi-cumi itu menyimpan banyak zat antioksidan.

    Sedangkan antioksidan dalam cumi-cumi dapat menangkal radikal bebas dengan meninngkatkan efisiensi sel pembunuh.

    Oleh akrena itu, tinta cumi-cumi akan sangat berguna sebagai alternatif pencegahan sel-sel kanker.

    4. Merangsang Pertumbuhan Kerangka Tulang dan Gigi yang Kuat

    Tahukah kamu?

    Dagin cumi-cumi mengandung semua jenis asam amino esensial seperti leusin, lisin, dan fenilalanin yang diperlukan oleh tubuh anak-anak.

    Cumi-cumi memiliki jumlah natrium, kalium, kalsium, magnesium, selenium dan fosfor yang berlimpah.

    Sementara fosfor adalah zat yang merangsang kallsium, ini merupakan agen untuk pertumbuhan keranka tulang daan gigi yang kuat.

    Hal ini tentu penting untuk mencegah osteoporosis di masa tuanya kelak.

    5. Membantu Membangun Sistem Kekebalah Tubuh Anak

    Tekstur cumi-cumi yang kenyal dan memiliki rasa gurih pastinya membuat makanan laut ini disukai anak-anak.

    Namun ternyata, cumi-cumi juga diperkaya dengan adanya kandungan omega 3 dan zinc untuk membantu membangun sistem kekebalan tubuh anak.

    Dengan demikian, tubuhnya dapat menangkal berbagai penyakit di usia dini.

    Itulah kelima manfaat baik mengonsumsi cumi-cumi bagi kesehatan tubuh balita. Sebaiknya bersihkan cumi-cumi dengan benar dan gosok menggunakan air bersih sebelum diolah.

    Semoga bermanfaat!