Kerap kali orang tua takut anak menjadi trauma karena bersikap tegas. Begini cara mendidik anak dengan tegas tanpa menimbulkan trauma.
Memang secara mendasar anak sangat memerlukan kasih sayang serta rasa cinta yang besar agar tumbuh menjadi peribadi yang penyayang.
Namun, perlu sesekali anak juga mendapatkan perilaku yang tegas dari orang tua.
Menurut psikolog Dian Ibung, Psi., sikap tegas harus dilakukan secara konsisten bila berkaitan dengan peraturan atau ada kaitan dengan pendidikan.
Tak lain, tujuan ini demi pengaruh dan dampak positif kepentingan anak itu sendiri di masa tumbuh kembangnya.
Sebenarnya, orang tua tetap dapat bersikap dengan tegas terhadap anak tanpa membuat mereka trauma. Namun, faktanya terkadang orang tua masih keliru dalam menerapkan sikap “tegas” dalam pola pengasuhan terhadap anak.
Lalu bagaimana cara mendidik anak dengan tegas yang benar tanpa menimbulkan trauma bagi mereka?
“Pikirkan dampak positif dari prinsip ini terhadap tumbuh kembang serta masa depan anak,” sara Dian.
Sadari bahwa sikap konsisten dalam menerapkan disiplin, peraturan serta hal lain yang berkaitan dengan mendidik anak, akan memberikan manfaat yang kelak akan ia syukuri.
Untuk itu, perlu adanya kesepakatan mengenai prinsip sikap tegas dalam pola pengasuhan anak nagi pasangan suami istri.
Dengan begitu, orang tua dapat meminimalisir kesalahpahaman dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu maupun ayah.
Saat suami bersikap tegas terhadap anak, istri perlu untuk mendukung, sikapi bahwa anak memang sedang memerlukan sikap tegas dari orang tua, begitupun sebaliknya.
Manfaat cara mendidik anak dengan tegas
Ada beberapa manfaat yang dapat diharapkan tercapai dari mendidik anak dengan tegas, seperti:
1. Anak Memahami tugas dan tanggung jawab
2. Anak belajar tentang konsekuensi
3. Anak tahu posisi orang tua sebagai pihak otoritas
4. Anak belajar bersikap konsisten
Berikut penjelasan pakar Psikolog yang telah DjoNews kutip dari theasianparents.
Tips Cara Mendidik anak dengan Tegas tanpa menimbulkan trauma
Jane Cindy Linardi, M.Psi, CGA, Psikolog RS Pondok Indah Bintaro Jaya menjelaskan contoh sikap tegas yang tidak menimbulkan trauma pada anak, saat acara Media Gathering Rumah Sakit Pondok Indah di Jakarta.
“Orang tua bisa kok bersikap tegas tanpa menimbulkan trauma pada anak.”
Jane memberikan contoh sederhana seperti saat anak ingin membeli mainan saat tengah berjalan-jalan di Mall, sebagai orang tua kamu bisa menolak dengan alasan yang spesifik.
Dian sendiri memberikan saran untuk menerapkan sikap tegas sejak awal terhadap anak. Orang tua dapat menggunakan pembawaan diri secara lisan serta bahasa yang disesuaikan dengan usia dan karakter anak.
Orang tua dapat memberikan alasan seperti, “mainan di rumahkan sudah banyak” atau “kemarin kan sudah beli mainan”.
Lalu bagaimana saat anak menangis karena permintaan yang dia ingin tidak terwujud? Sebagai orang tua harus tetap menunjukkan konsistensinya dalam menunjukkan batasan. Baik dengan nada suara yang lebih tegas, atau gesture yang menunjukkan ketidak-setujuan.
Kamu juga bisa menyelipkan faktur “fun” saat tengah menunjukkan sikap tegas, lho. Tak hanya sekedar faktor, bahkan kamu bisa menunjukkan ketegasan dalam kaliman canda.
Misalnya saja, “Wah, hari ini ada yang jatah camilan favoritnya harus dikurangi, nih!”. Meski terdengar santai, anak akan paham bahwa ada kesalahan yang telah dilakukan.
Sedangkan menurut Jane, “usahakanlah untuk tidak melakukan kekerasan secara fisik, layaknya mencubit atau menjewer. Serta tidak memberikan label pada anak dengan julukan yang bersifat negatif, seperti anak nakal atau payah.”
“Yang terpenting tetap menggunakan kalimat dengan penyampaian yang netral, tidak mengandung kata agresif, labelling atau bahkan kasar. Itu nggak apa-apa sih.” Jelasnya.
Dampak yang mungkin terjadi bila Orang tua tidak Tegas pada anak
Menilik dari kondisi saat ini, banayk orang tua yang seakan takut untuk mengambil sikap tegas terhadap anak mereka hanya karena alasan takut anak trauma.
Walhasil, orang tua akan lebih cenderung bersikap permisif (serba memperbolehkan, suka memberikan izin) pada anak mereka.
Melansir dari theAsianParent Singapore, anak yang mendapatkan perilaku permisif dari orang tua akan memiliki kebebasan, namun kemungkinan untuk mereka kehilangan periode kritis dalam mengembangkan keterampilan penting jauh lebih besar.
Misalnya saja, tanggung jawab kecil seperti disuruh membelanjakan uang sejumlah Rp.10.000,- untuk harga barang Rp.8000,- lalu mengembalikan sisanya kembali pada orang tua.
Akibatnya, banyak efek negatif dari gaya pengasuhan permisif ini terhadap anak, termasuk pula:
1. Kurangnya Etika
Anak-anak dari orang tua yang permisif akan cenderung kurang memiliki sopan santun atau tanggung jawab di rumah.
2. Perilaku yang tidak teratur
Anak akan bebas dalam hal waktu tidur, pekerjaan rumah, waktu makan, serta menonton televisi.
Menonton televisi dapat berlangsung lebih dari yang disarankan setiap harinya dan mengonsumsi cemilan secara berlebihan.
3. Membuat Keputusan Buruk
Anak akan cenderung memutuskan sendiri terhadap aap yang harus mereka lakukan tanpa berkonsultasi pada orang tua.
4. Masalah Emosional
Anak akan cenderung memiliki perilaku impulsif, agresif, ketergantungan, kurang tanggung jawab, serta gejala kecemasan layaknya depresi.
5. Masalah Sikap
Terlepas dari kondisi yang bergelimangan, pola asuh permisif juga akan menghasilkan perilaku yang terlalu menuntut dan egois terhadap anak.
6. Kesehatan Mental yang Buruk
Anak yang terdidik secara permisif cenderung tidak siap dengan kebebasan di masa depan.
Akibatnya merekja akan cenderung depresi, merasakan kecemasan atau bahkan stress saat menghadapi dunia yang ketat seperti perkuliahan.
Tips Bersikap Tegas dengan Bijak
Tegas tidak harus disertai dengan emosi, anak malah akan mendapatkan pengalamn buruk yang membekas meski tak seberat kekerasan fisik.
Oleh karenanya, orang tua harus betul-betul kenal baik dengan karakter anak terlebih dahulu.
Bila ikatan terjalin kuat antara orang tua dengan anak, maka pasti orang tua akan sangat memahami cara bersikap yang tepat pada anaknya.
Bila kamu hendak menegur anak, maka akan lebih baik dengan penyampaian intonasi serta pilihan kata yang positif agar pesan dapat diterima dengan tepat oleh anak.
Tak kalah penting, bangun pola komunikasi persuasif dalam hubungan orang tua anak.
Dengan pola ini, anak akan merasa dimanusiakan untuk berpartisipasi dalam hal maupun kegiatan yang orang tua harap.
“Bila pola ini telah berjalan dengan lancara antara anak dengan orang tua, maka dalam situasi sulit sekali pun orang tua akan lebih mudah “memberi tahu” pada si Kecil,” pungkas Dian.
Cara Memperbaiki Sikap Tegas yang disampaikan dengan Keliru
Bila ternyata kamu sebagai orang tua pernah terlanjur bersikap tegas namun dengan cara yang kurang tepat, maka kamu bisa memperbaiki dengan 4 hal berikut:
1. Jadikan rasa bersalah yang ada untuk perbaikan kedepannya.
2. Jangan terlarut dalam frustasi serta emosi
3. Rasa bersalah bukanlah alasan untuk melemah atau melanggar konsekuensi dari aturan yang telah ditetapkan.
4. Gunakan waktu untuk berbicara santai dengan anak mengenai aturan serta konsekuensi yang berlaku.
Kesimpulan: Cara Mendidik Anak dengan Tegas
Sikap tegas yang disertai dengan penjelasan positif akan diterjemahkan oleh anak sebagai arahan, bukan batasan.
Oleh karenanya, tentu orang tua perlu memahami cara mendidik anak dengan tegas yang sudah DjoNews jelaskan.
Sehingga, orang tua tidak perlu ragu lagi untuk mulai bersikap tegas, baik secara langsung seperti memberikan ucapan maupun tak langsung seperti dengan sikap yang menunjukkan ketidaksetujuan.
Dan yang terpenting adalah sikap tegas dari orang tua akan memberikan pendidikan pada pribadi anak untuk lebih mandiri dan tidak selalu mementingkan diri sendiri.
Semoga informasi ini dapat memberikan manfaat bagi kamu!
Tinggalkan Balasan