Djonews.com, SEMARANG – Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Semarang mencatat cukup banyak aparatur sipil negara (ASN) dari luar kota yang mengajukan mutasi ke Pemerintah Kota Semarang.
Kepala BKPP Kota Semarang, Abdul Haris menyebutkan, rata-rata ada sekitar 40 ASN dari luar kota yang ingin pindah ke Semarang per tiga hingga empat bulan. Sebaliknya, pengajuan mutasi keluar jumlahnya sangat jarang, bahkan tidak dipastikan ada setiap tahun.
ASN paling banyak mengajukan mutasi masuk ke Pemerintah Kota Semarang adalah tenaga kesehatan (nakes). Hanya saja, tenaga kesehatan di Pemerintah Kota Semarang sudah cukup banyak.
“Yang paling banyak dari nakes yang ingin pindah, tapi nakes kami sudah besar. Kalau yang yang lain-lain bisa dipertimbangkan jika kami membutuhkan, contoh dari pendidikan kami sangat butuh, itu bisa,” ujarnya.
Haris menjelaskan, ASN yang menginginkan mutasi harus mengantongi surat pelepasan dari daerah asal. Meski dari daerah asal diperbolehkan pindah, belum tentu bisa pindah ke Kota Semarang. Pihaknya akan melakukan tes terhadap yang bersangkutan. Jika ASN yang mengajukan mutasi tidak memenuhi syarat, tentu tidak akan diterima pengajuan mutasinha.
“Kami tidak ingin dia di Semarang justru menimbulkan masalah. Kami tes dulu psikisnya,” ucapnya.
Menurutnya, ASN yang mengajukan mutasi ke Semarang dengan tujuan hanya sekedar melihat materi saja tentu alam menjadi masalah, terlebih ASN dari kota-kota kecil yang beban kerjanya berbeda dengan kota besar seperti Kota Semarang.
“Di Semarang sedemikian padat kegiatan. Kadang teman-teman yang pindahnya karena materi lupa,” saambungnya.
Dia menekankan, tunjangan penghasilan pegawai (TPP) di Kota Semarang memang tergolong besar. Hal itu seiring dengan beban kerja ASN di Kota Semarang juga besar. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, kata dia, selalu menyampaikan kepada seluruh ASN Pemerintah Kota Semarang bekerja semangat dan ikhlas karena sudah diberi TPP yang cukup besar.
Saat ini, TPP di lingkungan Pemerintah Kota Semarang sudah sudah menggunakan sistem kelas jabatan. Sedangkan, beban kerja ASN mengikuti kelas jabatannya.
“Kalau dulu eselonisasi, sekarang pakai sistem kelas jabatan. Ada jabatan kepala dinas, kepala bidang, ada kassubag, hingga staf,” sebutnya.
Haris mengatakan, sistem kelas jabatan sudah dimulai pada tahun ini namun belum menyeluruh. Pada 2023 mendatang akan diterapkan secara menyeluruh hingga kelas staf.(Eko Sujatno)