Menu
Situs Tentang Belajar Teknologi serta Investasi Lengkap

5 Kesalahan Orang tua saat Anak bertengkar dengan Temannya

  • Bagikan

Dalam pertemanan anak, apsti ada yang namanya pertengkaran antara anak dengan temannya. “Drama” pertemanan ini bisa berlangsung singkat atau lama, tergantung bagaimana situasi saat kejadian itu.

Tak jarang pula pertengkaran itu melibakan kontak fisik, seperti saling mendorong atau memukul. Ujungnya, anak mendeklarasikan hubungan pertemanan dengan si A atau si B sudah berakhir. “Aku nggak mau lagi bermain dengannya!
” Begitu kata si anak.

Sebagai orang tua, kamu tentu perlu memperhatikan pada masalah ini. Pertemanan anak usia sekolah bisa menimbulkan drama yang mungkin tidak kamu duga sebelumnya.

Namun, tanpa kamu sadari, ada beberapa kesalahan yang kerap dilakukan orang tua saat menangani situasi tersebut. Kali ini Djonews.com coba merangkum untuk kamu.

1. Coba Menyelesaikan Masalah Mereka

Kadang masalah anak dan temannya tampak sepele di mata kita sebagai orang dewasa. Rasanya lebih mudah jika kamu turun tangan langsung dan mengatasi perdebatan mereka.

Namun, solusi yang kamu berikan tak selamanya membuahkan hasil manis. Bisa jadi masalah mereka sebetulnya tidak sesederhana itu di mata mereka.

Lebih baik, kamu mendorong anak untuk berusaha memecahkan masalahnya sendiri. Ketika ia menemui jalan buntu, barulah ia dapat bertanya padamu untuk meminta saran.

2. Memaksa anak Tetap Berteman

Jujur saja, kerap ada rasa khawatir terlintas ketika anak bertengkar hebat dengan temannya. Kamu sebagai orang tua pasti cemas, apakah ia masih punya teman lain untuk bermain bersama?

Atau hanya mereka teman-teman anak di sekolah? Kecemasan itu kerap mendorong orang tua untuk berkata, “Tapi tetap temenan dengan mereka bisa dong?” Sehingga terkesan memaksa anak tetap bersama teman-temannya.

Padahal, anak juga butuh waktu jeda untuk memikir ulang pertemannya itu. Kamu bisa mengajak anak berdiskusi plus minus pertemanan anak dengan beberapa temannya tersebut.

Lalu, bahas bagaimana keseruan pertemanan mereka, apa yang ia suka dan tidak suka. Cara ini bisa membuat anak belajar mengenal lebih dekat pula teman-temannya sendiri.

3. Menganggap anak sebagai korban

Asumsi ini kerap muncul ketika orang tua menengan anak bertengkar dengan temannya. Kamu beranggapan, “Oh, anakku dicurangi temannya,” atau “Si A memukul anakku!” Tanpa mendengarkan kronologis kejadian mereka.

Benar saja kamu pasti membela anak jika ia dipukul atau diperlakukan tidak menyenangkan oleh temannya. Namun, sudahkan kamu menyimak bagaimana cerita pertengkaran mereka?

Sebelum menilai siapa yang benar atau salah, simak dulu penjelasan anak. Lalu, tutup dengan pernyataan, “Sepertinya masing-masing punya kesalahan. Makanya pertengkaran itu terjadi. Menurutmu, apa yang bisa kamu lakukan sekarang?”

4. Mengabaikan komentar menyakitkan

Anak mungkin bercerita pada orang tua, bahwa temannya meledek atau menjelek-jelekkan dirinya. Kadang tanpa disadari, orang tua kerap mengecilkan arti ledekan teman sebagai bahan lucu-lucuan atau bercanda semata.

Padahal, meski ledekan itu terdengar lucu, tetap saja anak akan tersinggung dan sakit hati. Daripada mengatakan, “Ah, temanmu itu cuma bercanda, begitu saja kok nangis,” lebih baik katakan, “Pasti sedih ya dibilang begitu? Sini Papa peluk dulu.”

Lalu, coba ulik pernyataan teman anak itu dan ubah menjadi sesuatu yang positif bagi anak.

5. Membiarkan Bullying Terjadi

Bagaimana jika terjadi sebaliknya: Orang tua curiga atau tahu bahwa anak atau kelompok teman yang ia ikuti bertindak sebagai pelaku bullying?

Jangan diam saja! Ajak anak berbicara lebih lanjut mengenai Bullying dan dampak buruk perilaku itu pada diri anak dan teman yang menjadi korban. Bangun empati anak, bagaimana jika ia yang berada di posisi korban?

Begitu pula dengan ujaran, “Kalau dipukul, kamu balas saja!” Karena itu mengarah pada tindakan kekerasan. Alih-alih berkata demikian, kamu bisa meminta anak untuk menghindar saat ada teman melakukan hal tersebut padanya. Bantu ia untuk berani berkata “Tidak” secara tegas pada hal-hal yang bisa merugikan dirinya sendiri.

Cara ini dapat membangun kesadaran anak mengenai pertemanan sehat, tanpa harus saling melukai satu sama lain, baik secara fisik maupun mental.

Demikian 5 kesalahan yang sering dilakukan orang tua saat menghadapi pertengkaran anak dengan temannya. Kamu perlu tahu, anak pasti mengandalkan orang tuanya untuk membantunya melewati drama pertemanan itu.

Jadi, bersikap bijak dan merespon tepat dapat menolong anak untuk menemukan solusi ata masalah pertemannya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *